Setia Hingga Akhir Dalam Keyakinan” – Menghidupkan Semangat Mongisidi di Tanah Bantik”

Screenshot_2025-09-06-03-33-11-58

‎Pada Jumat pagi yang cerah, 5 September 2025, Lapangan Sparta Tikala di Kota Manado berubah menjadi lautan semangat dan rasa bangga. Di bawah langit Sulawesi Utara yang biru, ratusan masyarakat berkumpul, mengenakan pakaian adat dan nuansa merah putih, menghadiri sebuah perhelatan yang bukan hanya sarat budaya, tetapi juga penuh makna sejarah: Festival Seni Budaya Bantik, yang digelar bertepatan dengan peringatan 76 tahun gugurnya Pahlawan Nasional Robert Wolter Mongisidi.

‎Di balik iringan genderang dan nyanyian adat Bantik, terpatri satu pesan kuat: cinta tanah air dan semangat untuk tidak melupakan sejarah. Inilah warisan yang ingin terus ditanamkan melalui festival ini — bahwa kemerdekaan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan berdarah-darah para pahlawan muda, salah satunya Wolter Mongisidi, putra bangsa yang memilih mati dalam keyakinannya daripada tunduk pada penjajahan.

‎Tahun demi tahun, nama Mongisidi terus disebut dalam buku sejarah. Tapi pagi ini, ia terasa lebih dekat. Lebih nyata. Dan lebih hidup. Ketika Robby Mongisidi, adik kandung sang pahlawan, naik ke atas panggung dan membacakan kisah perjuangan kakaknya, suasana menjadi hening. Suara Robby bergetar, namun penuh wibawa, saat ia menceritakan bagaimana Wolter, yang baru berusia 24 tahun, dengan gagah berani memilih untuk tetap setia pada perjuangan meski di ambang kematian.

‎Masyarakat terdiam. Banyak yang meneteskan air mata. Sebagian menggenggam bendera kecil di tangan, seolah memeluk kembali semangat juang yang pernah berkobar 76 tahun lalu.

‎Tak hanya mengenang, festival ini juga menjadi panggung untuk menghidupkan kembali budaya Bantik — anak suku di Sulawesi Utara yang sejak dulu dikenal sebagai penjaga tanah, adat, dan nilai-nilai luhur. Tarian, musik tradisional, simbol-simbol adat, serta busana khas Bantik mengisi panggung dengan warna dan makna. Anak-anak muda turut menari, generasi tua menyaksikan dengan mata berbinar. Di sela-sela pertunjukan, parade kehormatan dari TNI Angkatan Darat berjalan gagah, diikuti oleh aksi paramotor TNI Angkatan Udara yang melintas di atas langit, mengibarkan Merah Putih dari ketinggian — sebuah penghormatan udara yang memukau semua mata.

‎Turut hadir dalam acara ini Sekretaris Provinsi Sulawesi Utara, Tahlis Gallang, Wakil Wali Kota Manado, Richard Sualang, serta para pemimpin daerah dan jajaran Forkopimda Sulut. Kehadiran mereka bukan hanya simbol dukungan pemerintah, tetapi juga penegasan bahwa budaya dan patriotisme adalah dua pilar penting yang tak bisa dipisahkan.

‎Dengan mengusung tema “Setia Hingga Akhir Dalam Keyakinan”, festival ini menjadi lebih dari sekadar acara tahunan. Ia menjadi seruan moral bagi generasi muda: bahwa di era modern ini, bentuk perjuangan tidak lagi dengan senjata, tetapi dengan karya, dengan menjaga budaya, dan dengan mempertahankan nilai-nilai kebangsaan di tengah derasnya arus globalisasi.

‎Karena sesungguhnya, semangat Wolter Mongisidi tak pernah mati. Ia hidup dalam nyala mata anak-anak yang belajar sejarah. Dalam gerak langkah para seniman muda Bantik. Dalam sikap warga yang tak lupa asal-usulnya. Dan dalam setiap jiwa Indonesia yang berani berkata:
‎”Aku setia, hingga akhir, dalam keyakinan bahwa bangsaku layak merdeka, dan budayaku layak dijaga.”